Suatu kali di Boalemo, Elnino sedang menjadi salah satu nara sumber bersama Anas Urbaningrum, Bupati Boalemo Iwan Bokings, dan intelektual terkemuka Basri Amin. Dalam forum itu, Elnino menjelaskan tentang nilai-nilai lokal Gorontalo.
Di antara peserta yang hadir, duduklah Umin Kango—isteri Elnino di barisan ketiga dari depan, di sampingnya ada Lilan Dama, salah satu aktifis perempuan yang sangat dikenal di Gorontalo.
Belum setengah jam Elnino bicara sebagai narasumber, konsentrasinya buyar ketika melihat isterinya menangis tersedak-sedak tanpa suara, tapi tampak sangat kesakitan. Baru kali ini dia melihat isterinya seperti itu. Umin Kango bersandar di bahu Lilan Dama. Dari depan, Elnino bertanya ke Lilan dengan bahasa isyarat, “Kenapa?”.
Lilan menjawab juga dengan bahasa isyarat, “Tidak apa-apa. Ti Umin cuma saki kapala.” Lilan kemudian memapah Umin keluar ruangan. Dan Elnino melanjutkan tugasnya sebagai nara sumber di seminar itu.
Lilan dan Umin rupanya tidak menceritakan semuanya pada hari itu. Esoknya barulah ketahuan mengapa Umin menangis. Rupanya, ketika Elnino sedang berbicara di depan forum seminar, beberapa peserta yang berada di barisan depan—mereka duduk membelakangi Lilan dan Umin—sedang mencibir dan mencela Elnino.
“Co ngoni lia ini te Elnino. Mpojago-jago bacalon ke DPD. Tidak ada doyi mo bacalon…. Co lia kasana depe kameja, setiap tampil bo itu-itu turus yang dia pake. Sedangkan bo kameja tidak punya, baru sok-sokan bacalon…” kata salah seorang sambil terkekeh-kekeh.
“Jangan-jangan depe calana dalam juga tidak ganti-ganti,” sahut yang satunya lagi sambil cekikikan.
“Nintau deng te Elnino ini. Sedangkan torang yang mobacalon di DPRD saja skarang so mo abis akang ratus juta, dia punya bo dia jaga modal akang deng huwang***o,” mereka berempat menikmati leluconnya, tak menyadari bahwa ada isteri Elnino mendengarkan semuanya tepat di belakang mereka.
Catatan : Mereka semua gagal menjadi anggota DPRD di Pemilu 2009.