Sebetulnya Elnino telah memenuhi syarat masuk di beberapa perguruan tinggi di Amerika Serikat. Bahasa Inggrisnya sudah lumayan bagus saat dilatih enam bulan dalam Pre Academic Training. Tetapi anak muda ini memilih kuliah di Universitas Indonesia, suatu keputusan yang disesalkan beberapa kawannya sesama penerima beasiswa IFP-FF.
Dia memiliki alasan sendiri atas pilihannya itu. Pertama, sebagai seorang wartawan dia ingin jadi spesialis komunikasi politik praktis. Dan itu ada di UI. Di kampus-kampus USA, dia diterima hanya untuk jurusan ilmu komunikasi yang arahnya adalah menjadi ilmuan, bukan praktisi. Kedua, isteri dan anaknya ada di Gorontalo. Jikalau dia kuliah di USA, dia tidak akan kuat lama-lama berjauhan dengan keluarga. Jikalau dia kuliah di Jakarta, dia bisa minimal setiap semester bisa pulang menjenguk isteri dan anak.
Di UI, prestasi Elnino tak bisa dianggap remeh. Dia lulus dengan IPK 3,80, suatu capaian yang tak biasa. Di UI ini pula dia bisa bergaul dengan teman-teman sekelasnya yang sudah ‘ngetop’ secara nasional semisal Alfito Deanova (TV One), Akbar Faizal (politisi Hanura), Tri Ambarwati (MNC TV), Yamin Tawary (petinggi DPP Golkar), dan lain- lain, termasuk dengan dosennya, pakar komunikasi politik, Effendi Ghazali.
Dengan fasilitas beasiswa IFP-FF, Elnino beroleh kesempatan mengikuti konferensi internasional bidang ilmu komunikasi di Penang, Malaysia serta mengikuti Leadership and Language Training (Pelatihan kepemimpinan dan Bahasa Inggris) selama musim panas di SILC, University of Arkansas at Fayetteville, USA. Di Arkansas, selain melatih kemampuan Bahasa Inggris, dia belajar banyak tentang kepemimpinan secara langsung dari para pemimpin daerah di Arkansas.
Setelah jadi anggota DPD, Elnino tidak ingin berhenti sekolah. Dia mengikuti tes masuk S-3 di Universitas Indonesia. Tetapi kali ini dia keteteran, sebab dia hampir tidak punya waktu untuk mengurus studinya. Tugas-tugas di DPD dan hutang-hutangnya kepada konstituen menyita hampir seluruh waktunya. Jangankan untuk kepentingan studi, bahkan waktunya untuk keluarga pun sangat kurang. Tak heran bila studi S-3nya tersendat-sendat. Risetnya untuk dijadikan disertasi bahkan belum dimulai hingga buku ini diterbitkan.