Menjadi sarjana teknik dan manajemen industri telekomunikasi rupanya menggalaukan hati Elnino. Dia adalah pengangguran baru bila tak beroleh pekerjaan. Dia harus bekerja. Tetapi sebelum itu dia merasa wajib melapor kepada tokoh-tokoh yang selama ini telah membantu hidup dan kuliahnya. Menghadaplah dia ke pak Ary Pedju, ibu Yusna Tangahu (isteri pak Karim Kono yang telah almarhum), dan pak Suharso Monoarfa secara terpisah. “Saya berterima kasih atas bantuannya selama ini. Sekarang saya akan belajar hidup….belajar yang sebenar-benarnya,” begitu kata Elnino, tentu disambut dengan rasa haru.
Ketika melapor kepada Bapak Suharso, Elnino mengungkapkan, “Mudah-mudahan kak Harso mau mengajari saya supaya bisa pintar walaupun tidak sepintar kak Harso.” Pak Suharso lalu menawarkan agar Elnino menjadi asistennya. Dan sejak hari itu, dia bekerja untuk pak Suharso.
1,5 tahun bekerja dan tinggal di rumah pak Suharso memberikan kesempatan yang luas bagi Elnino untuk membaca buku-buku koleksi di perpustakaan pribadi di rumah itu. Dari buku manajemen, buku statistik, agama, hingga karya-karya sastra dilahapnya, seringkali sampai begadang. Tak heran ibu Carolina Kaluku sering menegurnya karena masih suka bangun telat. “Bedakan pola tidur sarjana dengan pola tidur mahasiswa, Nino…,” tegur ibu Carolina.
Belajar menulis pun diperoleh Elnino dari pak Suharso. Dia sangat beruntung mendapatkan bos serta guru yang telah paripurna dalam teknik belajar. “Suatu anugerah… saya belajar dari kak Harso dan kak Ina tentang bagaimana teknik yang tepat dalam mempelajari sesuatu. Jangan heran jikalau kak Harso bisa dikatakan sangat ahli ketika dia bicara tentang suatu topik, topik apa saja, karena dia smart and fast learner,” papar Elnino.